YANG TERHORMAT KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA,
BAPAK JENDERAL LISTYO SIGIT PRABOWO
DENGAN HORMAT,
Saya, Rismon Hasiholan Sianipar, ahli forensik digital yang dihadirkan di persidangan pada tahun 2016 oleh pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, merasa perlu mengungkapkan kekhawatiran saya mengenai integritas dan akuntabilitas dalam penanganan barang bukti digital yang telah terjadi dalam sistem peradilan kita. Kejadian yang saya maksud adalah manipulasi data digital yang secara brutal dilakukan pada flashdisk yang digunakan sebagai barang bukti digital dalam persidangan Jessica Kumala Wongso, serta pengabaian terhadap dua pengaduan yang saya sampaikan melalui DUMAS PRESISI pada tanggal 1 Maret 2024 dan 31 Maret 2024.
Saya ingin menyampaikan keprihatinan mendalam saya bahwa sampai hari ini, belum ada tindak lanjut terhadap pengaduan yang telah saya sampaikan. Pengabaian ini tidak hanya meremehkan hak saya sebagai warga negara, tetapi juga mempertanyakan efektivitas sistem pengaduan yang seharusnya melayani sebagai sarana pengawasan publik atas penegakan hukum.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah Jessica Kumala Wongso dituduh melakukan kejahatan berdasarkan bukti video CCTV yang telah direkayasa yang menimbulkan banyak kekhawatiran banyak pihak tentang integritas dan keadilan dalam sistem peradilan Indonesia. Menurut pengakuan Jessica Wongso di pengadilan, Inspektur Jenderal Krishna Murti menahannya dalam kondisi yang sangat buruk, yang dikenal dengan "sel tikus" selama empat bulan. Ini adalah tindakan yang tidak hanya menunjukkan pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga merusak prinsip dasar keadilan dan persamaan di depan hukum.
Penahanan Jessica dalam kondisi yang tidak manusiawi dan merendahkan tersebut melanggar berbagai norma hukum nasional dan internasional yang bertujuan untuk melindungi hak-hak tahanan. Sel tikus, yang tidak memenuhi standar minimal untuk penahanan manusiawi, dapat menyebabkan dampak negatif jangka panjang terhadap kondisi fisik dan psikologis seorang tahanan.
Lebih lanjut, sebagai warga negara yang menghormati hukum dan keadilan, saya merasa terpanggil untuk menyoroti perubahan isi flashdisk selama proses persidangan yang dilakukan tanpa sepengetahuan hakim dan pengacara, dan berpotensi mempengaruhi keputusan hukum secara signifikan. Tindakan semena-mena oleh beberapa oknum jaksa dalam mengubah isi flashdisk adalah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.
Mengubah isi flashdisk yang digunakan sebagai bukti dalam persidangan dapat memutarbalikkan fakta dan bukti yang seharusnya dinilai oleh pengadilan. Hal ini dapat menyebabkan keputusan hukum yang tidak berdasarkan bukti yang sah dan akurat, berpotensi mengarah pada pemutusan hukum yang salah, misalnya membebaskan yang bersalah atau menghukum yang tidak bersalah.
Perubahan semena-mena pada bukti digital juga mengancam hak terdakwa untuk mendapatkan pengadilan yang adil, seperti yang dijamin oleh konvensi hak asasi ...