POJOKSATU.id - Partai Persatuan Pembangunan atau PPP merupakan satu dari tiga partai politik tertua di Indonesia, selain Partai Golkar dan PDIP.
Sama seperti PDIP, PPP juga dibentuk dari gabungan banyak partai. Penggabungan ini lantaran pemerintah Orde Baru kala itu melakukan penyederhanaan menjadi hanya tiga partai pada Pemilu 1977.
Penetapan hanya tiga parpol saja dalam pemerintahan Orba dilatarbelakangi oleh kegagalan konstituante 1955-1959.
Presiden Soeharto berpendapat bahwa terlalu banyak parpol atau organisasi politik nyatanya hanya menghasilkan debat tanpa hasil.
Oleh karenanya, penyederhanaan parpol perlu dilakukan. Saat itu terdapat sembilan partai, yang kemudian menjadi tiga saja.
PPP didirikan pada 5 Januari 1973 yang merupakan hasil fusi atau gabungan dari empat partai berbasis Islam.
PPP merupakan fusi atau penyederhanaan dari empat partai keagamaan yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi.
Penggabungan empat partai keagamaan ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia dalam menghadapi pemilu Orde Baru tahun 1973.
Sejak tahun 1950 hingga 1959, Indonesia mengalami pergantian kabinet sebanyak tujuh kali. Hal ini terjadi karena banyaknya partai yang ada di Indonesia serta tuntutan-tuntutan yang mereka layangkan.
Guna mencegah masalah tersebut, Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin pada 1959.
Pada 1960, jumlah partai di Indonesia dikurangi dari 40 menjadi 12, kemudian sisa 10. Masih di tahun yang sama, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibubarkan karena terlibat dalam Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Dengan bubarnya Masyumi, maka aspirasi yang disampaikan oleh kelompok Islam lewat partai pun berkurang. Partai Islam yang masih tersisa saat itu adalah NU, Perti, PSII, dan Parmusi.
Selain partai politik Islam, tahun 1964, berbagai organisasi golongan fungsional memutuskan membentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).
Golongan ini meliputi berbagai macam kelompok yang dibagi berdasarkan fungsi kekaryaannya, seperti buruh, guru, tani, atau pemuda.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 1966, Angkatan Darat mengadakan pertemuan dan menghasilkan usulan fusi partai ke dalam lima golongan, yaitu Islam, Kristen-Katolik, Nasionalis, Sosialis Pancasila, dan Golkar.
Kemudian, pada Mei 1967, Soeharto mengusulkan fusi partai-partai yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok menekankan pembangunan material, dan yang satu menekan pembangunan spiritiual.
Keinginan Soeharto untuk melakukan fusi partai dikemukakan lewat pidato di Kongres XII Partai Nasional Indonesia, 11 April 1970.
Sayangnya, usulan Soeharto ditolak oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idham Chalid.
Chalid mengatakan bahwa NU tidak pernah memiliki keinginan untuk memfusikan diri dengan partai-partai Islam lainnya.
(Kartika)