JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008, Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan untuk jangka panjang lebih setuju dengan sistem Pemilu proporsional tertutup. Namun saat ini integrated policy-nya harus dibenahi terlebih dulu.
Saat ini partai politik sangat tertutup, artinya nasib bangsa hanya ditentukan oleh 9 ketua umum parpol. Sebab, merekalah yang menentukan caleg, cagub, hingga capres. Apalagi menurut Jimly, budaya feodal dalam parpol masih sangat lekat. Maka selama partai masih seperti ini, maka akan berbahaya jika menerapkan sistem Pemilu tertutup.
Jimly mengatakan pada tahun 2004 menerapkan sistem tertutup dengan variasi sedikit terbuka. Tujuh hari menjelang Pemilu tahun 2009 melalui putusan MK mengubah sistem Pemilu menjadi tertutup. Hal ini dilakukan karena ada ketidakadilan dalam Pemilu sebelumnya, yakni meski caleg dengan nomor urut di bawah dipilih banyak suara, namun partai bisa memutuskan bahwa caleg yang berada di nomor urut ataslah yang masuk ke parlemen walaupun sedikit meraih suara. Atas dasar inilah maka MK membuat putusan sistem Pemilu terbuka.
Prof. Jimly melihat saat ini sudah terjadi praktik demoralisasi politik, persaingan internal antar caleg di satu partai, hingga politik uang. Akhirnya, banyak calon yang populer namun belum tentu memiliki kapasitas politik.
Simak dialog Rosianna Silalahi bersama Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008, Prof. Jimly Asshiddiqie. Saksikan dalam ROSI eps. Pemilu 2024, Isu Bocor Putusan MK Sampai Cawe-Cawe Jokowi di kanal Youtube KompasTV.
Link: https://youtu.be/diB2ToaUe7g
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/412822/apa-untungnya-sistem-pemilu-terbuka-dan-tertutup-rosi