JAKARTA, KOMPAS.TV - Skandal mega korupsi proyek Menara BTS senilai Rp8 triliun oleh mantan Menkominfo RI, Johnny G Plate sangat mengagetkan, menjengkelkan, dan mengkhianati konstitusi.
Mahfud MD mengungkapkan, dari anggaran 28 triliun pada tahun 2020, sudah dicairkan 10 triliun, namun barangnya tidak ada.
Permintaan perpanjangan hingga Maret 2021 dijanjikan akan dibangun 1.200 tower, tapi setelah dicek, hanya sekitar 900-an tower yang terbangun.
Sehingga perkiraan kerugian negara menurut BPKP mencapai Rp 8,2 triliun.
Modus korupsi kasus BTS ini terlalu sederhana. Ada program pembangunan tower, namun towernya tidak dibangun, akhirnya mangkrak.
Ada penggelumbungan dana atau mark-up, sehingga harga proyek menjadi mahal.
Ada jasa konsultan, tapi ternyata juga konsultan fiktif.
Namun, mengapa korupsi sederhana ini berani dilakukan? Terlalu percaya diri bahwa tidak akan terungkap. Itulah pertanyaan publik saat ini.
'Follow the money' harus menjadi strategi untuk melacak kemana dana rakyat itu mengalir.
Tentunya, itu menjadi tanggung jawab Jaksa Agung St. Burhanuddin untuk membongkarnya.
Hukum harus dijadikan panglima, bukanlah politik.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/410504/bancakan-kasus-korupsi-proyek-tower-bts-rp8-triliun-johnny-g-plate-opini-budiman