Dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di salah satu perusahaan garmen di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, mulai dirasakan pelaku ekonomi di sekitar pabrik. Pedagang makanan hingga tempat kos-kosan mengalami penurunan omzet lantaran berkurangnya karyawan.
Seperti pemilik warung nasi di depan pabrik bernama Anisa (29 tahun). Dia masih berupaya bertahan di lingkungan warung yang rata-rata sudah tutup. Namun, Anisa tak memungkiri saat ini mengalami penurunan omzet, dari semula bisa mencapai Rp 3 juta per hari, kini hanya sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu per hari.
"Biasanya ayam 12 kilogram habis, sekarang 4 kilogram saja tidak habis. Beras biasanya 30 liter, sekarang paling 10 liter per hari. Pernah coba saya kurangi sedkit jadi 20 liter, malah tidak habis," kata Anisa kepada sukabumiupdate.com, Kamis (1/12/2022).
Usep, penjual bakso goreng di depan pabrik mengeluhkan kondisi serupa. Dia mengaku awalnya bisa menghasilkan omzet harian hingga Rp 700 ribu, tetapi sekarang dapat Rp 200 ribu per hari pun sudah terbilang bagus. "Bersih untuk saya paling Rp 70 ribu per hari, karena sisanya untuk modal berjualan lagi besoknya," ujar dia.
Keluhan juga disampaikan pemilik kos-kosan, Aisyah (49 tahun). Dia mengatakan kamar kos yang disewakannya saat ini hanya terisi 10 kamar, dari sebelumnya 32 kamar penuh. Berkurangnya jumlah penghuni kos ini sudah terjadi sejak Agustus 2022. Padahal ketika kamar kosnya penuh, Aisyah bisa meraup Rp 15 juta sebulan.
"Sekarang penghasilan dari kos turun drastis, bahkan sulit mencapai Rp 5 juta dalam sebulan, belum untuk bayar listrik dan biaya perawatan lainnya," kata dia.
"Usaha kos sekarang sudah mulai lesu, dari enam kamar kini hanya dihuni dua kamar. Bukan hanya saya sebagai pemilik kos, warga sekitar seperti pedagang, petugas kebersihan sekitar pabrik, dan tentunya karyawan juga sedang mengalami masa sulit," kata Boy, pemilik kos-kosan lain di sekitar pabrik.
Pada akhir Oktober 2022, Kepala Desa Benda Riki Rachman mengatakan sudah ada 100 lebih pekerja asal Desa Benda di perusahaan tersebut yang diberhentikan pada Agustus 2022. Sementara pada September 2022 ada 127 pekerja, dengan alasan sudah habis kontrak. Kondisi ini memicu kecemburuan warga sekitar pabrik karena hingga akhir Oktober ada 2.000-an buruh yang masih bekerja di perusahaan itu.