Kisruh Proyek Monas

2022-11-18 1,492

TEMPO.CO - REVITALISASI kawasan Tugu Monumen Nasional bisa menjadi cermin betapa buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Kementerian Sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dua instansi yang bersengkarut dalam urusan ini, harus secepatnya membereskan masalah perizinan proyek tersebut agar publik tak merugi lebih besar.

Digarap sejak medio November 2019, pemugaran di bagian selatan kawasan Monas itu semula menuai kritik di media sosial lantaran berdampak pada ratusan pohon-sebagian ditebang dan direlokasi. Selasa lalu, seluruh pekerjaan yang diklaim telah mencapai lebih dari 80 persen itu dihentikan. Bukan lantaran kritik warganet, melainkan terungkap proyek ini belum mengantongi persetujuan Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Menteri Sekretaris Negara Pratikno, sebagai ketua komisi tersebut, ikut meradang.

Pengelolaan kawasan seputar Monas-termasuk daerah zona penyangga dan pelindungnya-memang diatur khusus, kendati berada di wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Regulasi berupa Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 itu membentuk Komisi Pengarah dan Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Setiap pembangunan, termasuk pemeliharaan, di wilayah ini harus mendapat persetujuan Komisi Pengarah, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI.

Proyek revitalisasi kawasan Monas yang menelan anggaran DKI era Gubernur Anies Baswedan senilai Rp 64,4 miliar itu menerabas ketentuan tersebut. Di sinilah kekonyolannya. Gubernur DKI tak lain adalah Sekretaris Komisi Pengarah, yang juga menjadi Ketua Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Proyek revitalisasi Monas bukan baru pertama digelar. Pada era gubernur-gubernur sebelumnya, proyek ini tak pernah bermasalah.


Pada saat yang sama, Kementerian Sekretariat Negara semestinya bisa menegur lebih awal. Sebab, mereka juga terlibat dalam penjurian sayembara desain proyek tersebut. Masalah ini tak akan terjadi jika koordinasi di antara kedua kantor itu, yang hanya berjarak ratusan meter, berjalan baik.

Lain cerita bila elite di pemerintah pusat dan di pemerintah DKI kini sedang bermain politik, misalnya demi kepentingan elektoral. Politik memang alat mengurus negara. Namun urusan fasilitas publik seperti lapangan Monas seharusnya tidak menjadi obyek permainan politik murahan. Bagaimanapun, kepentingan publik harus diutamakan.

Besarnya kerugian publik akibat elite yang bersikap politis telah nyata belum lama ini, ketika curah hujan ekstrem menenggelamkan sebagian wilayah Ibu Kota dan daerah sekitarnya, awal Januari lalu. Ratusan ribu orang mengungsi, puluhan lainnya tewas. Di samping akibat faktor cuaca ekstrem, dampak banjir lebih parah karena normalisasi 13 sungai di Jakarta, yang dimulai bertahun silam, tak rampung. Proyek pengerukan dan pelebaran sungai itu dihentikan sepihak oleh Gubernur Anies, yang berbeda pendapat dengan pusat dalam mengendalikan banjir.

Gubernur Anies harus berbesar hati memperbaiki kekeliruannya dengan segera melengkapi perizinan revitalisasi Monas. Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta para menteri anggota Komisi Pengarah juga tak perlu jemawa. Pemerintah pusat dan pemerintah DKI harus mengakhiri polemik di muka publik, yang politis. Kawasan Monas yang telanjur digaruk tak boleh dibiarkan rusak dan mangkrak.


Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel