TEMPO.CO - Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap jurnalis Mongabay, Philip Jacobson, meneguhkan fobia pemerintah terhadap wartawan asing. Wartawan Amerika Serikat yang menjalankan aktivitas jurnalistiknya di Indonesia itu tak sepatutnya diperlakukan bak kriminal atas dugaan penyalahgunaan visa. Jurnalisme bukanlah kejahatan. Jika ada pelanggaran keimigrasian, proses saja pelanggarannya, tidak perlu mengaitkan hal itu dengan aktivitas liputannya.
Jacobson ditahan oleh Kantor Imigrasi Kota Palangka Raya pada Selasa, 21 Januari lalu. Dia berada di Kalimantan Tengah sejak pertengahan Desember 2019 untuk menyiapkan tulisan soal konflik perebutan lahan antara masyarakat adat dan pengusaha. Pihak Imigrasi bahkan sudah menahan paspor dan visa Jacobson sehari setelah dia, bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah pada 16 Desember lalu. Jacobson kerap menulis laporan investigasi lingkungan, antara lain soal kerusakan hutan serta konflik lahan di sejumlah daerah di Indonesia.
Penahanan itu mengisyaratkan ada masalah yang dicoba ditutupi oleh pemerintah. Penahanan itu hanya akan memperburuk reputasi Indonesia sebagai negara yang sebelumnya memiliki kebebasan pers yang baik di Asia. Apalagi bukan kali ini saja pemerintah Jokowi menghalangi wartawan asing masuk ke wilayah Indonesia. Pada era keterbukaan ini, tidak ada gunanya menghalangi kerja jurnalis karena informasi dengan mudah tersebar ke seluruh dunia.
Penahanan Jacobson menambah panjang daftar jurnalis asing yang diperkarakan pada era pemerintahan Joko Widodo. Bahkan beberapa di antaranya harus mendekam di bui. Pada Oktober 2014, misalnya, dua jurnalis asal Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, yang sedang menjalankan aktivitas jurnalistik di Papua, dihukum 2 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jayapura karena penyalahgunaan visa. Setahun kemudian, giliran Pengadilan Negeri Batam memvonis dua wartawan Inggris, Neil Richard George Bonner dan Rebecca Bernadette Margaret Prosser, dengan hukuman 2 bulan dan 15 hari penjara karena alasan yang sama. Pemerintah juga mengusir tiga wartawan BBC Indonesia yang hendak meliput kejadian luar biasa campak dan busung lapar di Agats, Kabupaten Asmat, Papua, pada 2018.
Sikap pemerintah terhadap wartawan asing tersebut memperburuk kebebasan pers di negeri ini. Reporters without Borders mencatat Indonesia menduduki peringkat ke-124 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers 2019. Indonesia berada di bawah Malaysia, Ethiopia, dan Kenya.
Terlepas dari masalah pelanggaran visa, kasus yang menimpa Jacobson menunjukkan bahwa pemerintah Jokowi tidak siap menerima keterbukaan dan peliputan yang dilakukan jurnalis asing. Pemerintah seharusnya tidak perlu membidik jurnalis, peneliti, atau aktivis asing yang mengungkap fakta yang tidak disukai pemerintah dan segelintir pejabat. Pemerintah tidak boleh antikritik yang berlebihan dengan kedok nasionalisme, melainkan justru harus berterima kasih karena terbantu oleh hasil kerja mereka.
Sepanjang laporan yang disampaikan adalah fakta, pemerintah tak perlu menghalangi pers asing. Menghalang-halangi kerja wartawan yang ingin memotret kenyataan di negeri ini hanya memperburuk iklim kebebasan pers.
Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel
Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel