TEMPO.CO - Para peneliti dari Universitas Stanford, Amerika Serikat, berhasil melakukan misi yang selama ini dianggap mustahil: merekam denyut jantung paus biru. Inilah untuk pertama kalinya ilmuwan memiliki data ilmiah ihwal detak jantung makhluk terbesar di bumi itu.
“Kami sempat tak yakin akan berhasil,” ucap Jeremy Goldbogen, asisten profesor biologi di School of Humaniora Sciences di Stanford. “Bahkan ketika melihat data awal, kami masih tak percaya itu adalah data denyut jantung paus biru.”
Alat perekam detak jantung penuh sensor diletakkan di dekat sirip kiri paus. Detak jantung dicatat dan direkam melalui elektroda. Hasil penelitian ini diterbitkan di jurnal Proceedings of National Academy of Sciences, pekan lalu.
Analisis data menunjukkan jantung paus biru sudah bekerja maksimal. Itu menjelaskan mengapa paus biru tak pernah berevolusi menjadi lebih besar lagi. Studi ini menambah pengetahuan dasar tentang biologi dan dapat menginformasikan upaya konservasi.
“Hewan yang hidup pada kondisi ekstrem dapat membantu kita memahami batasan biologis ukuran,” kata Goldbogen. “Mereka mungkin sangat rentan terhadap perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi pasokan makanan mereka.
Karena itu, Goldbogen menambahkan, studi ini memiliki implikasi penting bagi konservasi dan pengelolaan spesies yang terancam punah. “Seperti paus biru ini atau hewan lainnya,” ujarnya.
Menempelkan sensor di tubuh paus biru liar bukanlah perkara mudah. Apalagi paus biru memiliki kulit seperti akordeon di bagian bawahnya yang dapat mengembang. Satu gesekan kuat saja bisa merusak alat perekam tersebut.
“Saat mengambil sensor ini, kami tak tahu apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak,” ucap David Cade, penulis pendamping makalah ini dan orang yang menaruh alat perekam di tubuh paus biru. “Cara mengetahuinya adalah dengan mencobanya.”
Data yang terekam menunjukkan kondisi ekstrem yang mencolok. Ketika paus biru itu menyelam, detak jantungnya melambat. Intervalnya mencapai rata-rata minimum, yakni empat hingga delapan denyut per menit. Titik terendahnya dua denyut per menit.
Saat penyelaman lebih dalam mencari makan, detak jantung meningkat sekitar 2,5 kali minimum. Kemudian perlahan-lahan menurun lagi. Begitu muncul ke permukaan, detak jantung meningkat. Denyut tertinggi 25-37 detak per menit terjadi di permukaan saat paus bernapas dan memulihkan kadar oksigennya.
Data ini menarik karena detak jantung tertinggi paus biru hampir melampaui prediksi. Sedangkan detak jantung terendah sekitar 30-50 persen lebih rendah dari yang diperkirakan.
Para peneliti menduga detak jantung yang sangat rendah dapat dijelaskan oleh lengkungan aorta yang melar—bagian dari jantung yang memindahkan darah ke tubuh—yang, pada paus biru, perlahan-lahan berkontraksi untuk mempertahankan beberapa aliran darah tambahan di antara detak jantung.
Sedangkan detak jantung tinggi bergantung pada kehalusan dalam gerakan dan bentuk jantung yang mencegah gelombang tekanan dari setiap denyut mengganggu aliran darah.
Dari gambaran data itu, para peneliti berpendapat jantung paus berkinerja mendekati batasnya. Ini membantu menjelaskan mengapa tak ada hewan yang lebih besar daripada paus biru, karena kebutuhan energi tubuh yang lebih besar akan melebihi apa yang dapat dipertahankan oleh jantung.
Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel
Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel