KOMPASTV - Sudah tiga bulan upah JT (43) sebagai sales kecap belum dibayar. Padahal, penghasilan bulanan 1,5 juta rupiah itu, adalah penyambung hidupnya. JT hanya mengandalkan gajinya untuk bayar kontrakan dan biaya hidup sehari-hari. Istrinya tidak bekerja. Anaknya tiga orang, masih kecil-kecil. Gelap mata, menunggak kontrakan rumah dan lapar, JT ambil jalan pintas. JT mencuri telepon genggam. Apes, aksi JT diketahui. JT pun berakhir di bui.
JT menyesal dan ajukan restorative justice (keadilan restoratif) ke Kejaksaan Agung. Permohonan, dikabulkan. Mediasi, dilakukan. Korban menerima permintaan maaf tersangka dan mencabut laporan. Kesempatan kedua, didapatkan. JT yang sempat 2 bulan menghuni sel tahanan Polsek Cempaka Putih, Jakarta, akhirnya menghirup udara bebas. JT bisa berkumpul dengan keluarga.
Keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, dimana penghukuman diubah menjadi proses dialog dan mediasi. Prinsip keadilan restoratif saat ini mulai diadopsi dan diterapkan oleh lembaga penegak hukum di Indonesia, termasuk Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana menyebut, per Mei 2022, Kejagung telah menghentikan sedikitnya 1.070 perkara dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.
Jurnalis senior Kompas TV, Aiman Witjaksono, melihat secara langsung penerapan keadilan restoratif di lingkungan Kejaksaan Agung. Aiman mengikuti proses "pembebasan" JT, tersangka pencurian telepon genggam. Apa yang menjadi pertimbangan jaksa memberi keadilan restoratif untuk JT? Aiman juga berbincang dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin
untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penerapan keadilan restoratif, terkait efek jera dan potensi bancakan.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/303870/bebas-tanpa-pengadilan-bisa-aiman