Amerika Serikat mencatat laju inflasi sebesar 8,6% secara tahunan (YoY) pada Mei 2022. Angka ini lebih tinggi dari prediksi konsensus pasar, yaitu 8,3%, dan menjadi yang tertinggi di negara tersebut sejak Desember 1981.
Tingginya inflasi dipicu oleh kenaikan harga energi dan bahan makanan. Pasokan komoditas dan pangan global sedang terganggu karena perang Rusia-Ukraina. Ada pula gangguan rantai pasok karena Tiongkok sempat melakukan lockdown lantaran kasus Covid-19 yang tinggi.
Di sisi lain, permintaan barang dan jasa di AS tetap tinggi lantaran stimulus dari pemerintah. Nilainya mencapai US$ 5 triliun dan mulai digelontorkan sejak tahun lalu untuk melindungi masyarakat dari dampak pandemi Covid-19.
AS telah mengalami laju inflasi di atas 8% selama tiga bulan berturut-turut. Bank sentral negara ini, Federal Reserve (The Fed), diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin untuk mengatasi inflasi.
Langkah The Fed yang mulai menaikkan suku bunga telah ditiru negara lain. India, Australia, Eropa, dan Brasil telah melakukannya. Era suku bunga rendah diperkirakan segera berakhir.
Semua kondisi tersebut menyebabkan pasar saham AS ambruk pada perdagangan semalam, Senin (13/6). Indeks S&P 500 masuk ke pasar bearish. Indeks acuan utama Wall Street ini telah jatuh 21,8% dari rekor penutupan tertinggi pada 3 Januari lalu.
======================================================
Mulai Sekarang #KalauBicaraPakaiData
Pantau dan Subscribe Katadata Indonesia.
Official Website : https://katadata.co.id/
Youtube : https://www.youtube.com/c/KatadataInd...
Instagram : https://www.instagram.com/katadatacoid
Facebook : https://www.facebook.com/katadatacoid/
Twitter : https://twitter.com/katadata