JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Forensik Bahasa Universitas Nasional (UNAS), Wahyu Wibowo, memberikan tanggapan terkait kasus ujaran kebencian Edy Mulyadi.
Dalam program Kompas Petang yang tayang pada Minggu (31/1/2022), Wahyu menyebut bahwa terdapat tiga poin dalam berbahasa, dari wujud maksud ucapan hingga respons orang.
"Nah kali ini kita berada di poin ketiga, atau respons orang. Kalau berkaitan dengan tanah leluhur, tanah kelahiran, tanah air, begitulah anggap saja, itu ada yang disebut dalam bahasa adalah istilah sakti. Sakti adalah yang menguasai orang-orang," ujar Wahyu.
Baca Juga Kuasa Hukum Edy Mulyadi ke Majelis Adat Dayak: Enggak Usah Ancam-ancamlah... di https://www.kompas.tv/article/257477/kuasa-hukum-edy-mulyadi-ke-majelis-adat-dayak-enggak-usah-ancam-ancamlah
Dalam hal ini, Wahyu memberikan contoh sebagai seseorang yang lahir di Betawi, maka akan "mati-matian" merasa sebagai orang Betawi secara sakti.
"Sehingga kalau ada yang orang yang mau menghina saya, Betawi saya, apa pun yang berkaitan, misalnya ujaran kebencian gitu, maka saya akan marah. Pasti itu," kata Wahyu.
Menurut Wahyu, bila pernyataannya dari Edy Mulyadi tidak sakti, maka orang-orang Kalimantan tidak akan marah.
"Misalnya ucapan terkait tempat jin buang anak," ujar Wahyu.
Lebih lanjut, Wahyu mengatakan bahwa dalam berbahasa di media sosial, terkadang orang kehilangan etika berbahasa.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/257549/pakar-forensik-bahasa-pernyataan-edy-mulyadi-soal-ibu-kota-itu-memprovokasi