Juliari Batubara Tak Jadi Dihukum Mati, Mengapa KPK Berubah Sikap?

2021-08-23 151

KOMPAS.TV - Rencana KPK menerapkan hukuman mati atau minimal penjara seumur hidup pada kasus korupsi bansos mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara hanya tinggal wacana.

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka kasus korupsi bantuan sosial covid-19 pada 6 Desember 2020.

Politisi partai banteng hitam ini didakwa menerima suap senilai Rp 32,4 miliar dari sejumlah vendor pada tahun 2020.

Juliari memerintahkan anak buahnya mengumpulkan fee tiap bansos sebesar Rp 10 ribu dari nilai Rp 300 rupiah per paket sembako,uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Juliari.

Ini menjadi sorotan karena publik menanti bagaimana ketegasan KPK dalam perkara bansos.

Karena sebelumnya pemerintah telah menetapkan pandemi covid-19 dalam status bencana non-alam.

Terkait hal ini, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan akan menindak tegas pelaku korupsi di tengah pandemi dan menegaskan ancaman hukuman mati.

Dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menuntut Juliari dengan pasal penyuapan.

Juliari Batubara hanya dituntut 11 tahun penjara dan diminta membayar denda uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar subsider 2 tahun penjara.

Serta pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.

Di sisi lain anak buah Juliari, Adi Wahyono selaku penjabat pembuat komitmen dituntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa juga menyetujui permohonan justice collaborator Adi, sedangkan Matheus Joko Santoso dituntut 8 tahun kurungan dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Di saat kegaduhan tuntutan Juliari, di Kabupaten Malang, Jawa Timur seorang pendamping keluarga harapan Penny Tri Herdiani terancam hukuman pidana seumur hidup karena korupsi bantuan sosial.

Polres Malang mengungkap korupsi bansos ini dan menjerat Penny dengan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 subsider pasal 8 Undang-Undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.