KOMPASTV - Kehamilan biasanya berarti kabar gembira, namun selama setahun terakhir di masa pandemi ini, angka kehamilan secara nasional diprediksi melonjak, begitu juga dengan angka kematian ibu dan anak.
Melansir dari Litbang Kompas, dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN, pada awal Mei 2020 pengguna alat kontrasepsi menurun sekitar 40 %.
Angka kematian ibu dan bayi pada 2020 meningkat, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan kejadian putus pakai alat kontrasepsi menjadi salah satu penyebabnya.
Selama pandemi, rutinitas layanan kontrasepsi di sejumlah klinik dan bidan terganggu, karena khawatir tertular, para calon ibu urung datang ke klinik kecuali dalam keadaan darurat.
Sementara itu, sejumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan pun harus mengurangi layanan agar tak berpotensi sebagai penular.
Sehingga akses dan layanan kontrasepsi pun menjadi terkendala.
Mengutip dari situs Kementerian Kesehatan, secara umum kontrasepsi terdiri dari 2 jenis, yaitu kontrasepsi hormonal dan non hormonal.
Kontrasepsi yang mengandung hormonal, yaitu pil kombinasi (Progesterone dan Estrogen) yang harus diminum setiap hari, atau suntik progesterone yang disuntikan per 3 bulan, dan alat yang mengandung progesterone yang disisipkan dibawah kulit alat kontrasepsi bawah kulit.
Sedangkan kontrasepsi yang tidak mengandung hormonal, yaitu alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau intra uterine device (IUD).