Tahu Lontong Lonceng, Kuliner Legendaris di Kota Malang

2021-03-06 1

Pada siang hari, jalan R.E Martadinata Kota Malang adalah ruas lalu lintas yang cukup padat. Selain menjadi jalur utama untuk kendaraan-kendaraan golongan II A, daerah ini juga menjadi pusat perdagangan. Asap solar dan hiruk pikuk pengendara di jalan adalah pemandangan sehari-hari yang begitu familiar.

Di balik keriuhan tersebut, banyak harta karun yang tersembunyi pada sekitaran area ini. Mulai dari pasar tradisional dengan berbagai macam kamera analog bekas, aneka ragam budaya, hingga kuliner lokal yang legendaris seperti tahu Warung Tahu Lontong Lonceng.

Sejarah Tahu Lonceng berawal dari pria bernama Abdul Jalal, yang merintis usaha berjualan tahu lontong keliling pada 1935. Sambil memikul barang dagangannya, Abdul berjalan ke beberapa titik keramaian kala itu.

Ia bahkan berjualan hingga Pasar Malam Kebon Agung, yang jaraknya cukup jauh dari Kota Lama daerah tempat tinggalnya. Meski sulit, Abdul terus berjuang demi bertahan hidup.

Dua puluh tahun berselang, saat raga tak mampu lagi, usaha tahu lontong dilanjutkan anak tunggal Abdul Djalal yang bernama Kusen. Memasuki 1950an, cara menjajakan dagangan dengan dipikul sudah ditinggalkan. Kusen menetap di emperan toko milik Ko Shiang di sekitar Tugu Lonceng, monumen yang didirikan pejabat Belanda. Lokasi tersebut kini bernama Jalan Gatot Subroto Malang. Ko Shiang sendiri adalah warga keturunan Tionghoa yang berbaik hati memberi tempat berjualan. Bahkan kebutuhan air pun dibantu oleh pedagang kelontong itu. Sebuah gambaran hidup rukun dan saling membantu antara sesama terlihat kental.

Hal ini sekaligus menjadi awal kemunculan nama Tahu Lonceng. Sebutan tersebut disematkan lantaran kedai berlokasi di sekitar Tugu Lonceng.

Free Traffic Exchange