JAKARTA, KOMPAS.TV -
Dalam rapim TNI - Polri di Istana Negara pada hari Senin (15/02), Presiden Joko Widodo menanggapi polemik mengenai kritik dan kebebasan berpendapat.
Presiden menyesalkan maraknya saling lapor pelanggaran undang-undang informasi dan transaksi elektronik di tengah masyarakat.
Menurut Presiden, Indonesia adalah negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat dan berorganisasi.
Untuk itu, Presiden meminta Polri lebih selektif dalam penindakan agar tidak menimbulkan ketidakadilan.
Peringatan Presiden agar Polri lebih selektif dalam menyikapi laporan pelanggaran UU ITE, langsung direspon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kapolri menjanjikan, Polri akan menghindari penggunaan pasal-pasal karet dalam UU ITE, dan lebih mengedepankan keadilan retoratif dalam rangka memberi rasa keadilan bagi masyarakat.
Polemik mengenai mundurnya kebebasan berpendapat dan pemerintah yang dinilai antikritik, makin riuh setelah muncul pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla dalam webinar mimbar demokrasi kebangsaan yang digelar PKS, Jumat lalu.
Dalam paparannya, JK merespon pernyataan Presiden Joko Widodo sebelumnya, yang meminta masyarakat untuk lebih aktif menyampaikan kritik kepada pemerintah.
JK juga merujuk pada cuitan mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan Dan Industri, Kwik Kian Gie.
Keriuhan atas pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla, terus berlanjut.
Pihak istana langsung memberikan responnya, melalui juru bicara presiden Fadjroel Rachman.
Fadjroel menyatakan, adalah kewajiban pemerintah atau negara untuk melindungi hak-hak konstitusional setiap warga negara, namun ia mengingatkan setiap warga negara wajib tunduk pada ketentuan undang-undang, termasuk UU ITE.