KOMPAS.TV - Sejak 1 Januari 2021 lalu, pemerintah menggulirkan kebijakan untuk melakukan pemberlakuan pembataasan kegiatan masyarakat (PPKM) di pulau Jawa Dan bali. PPKM dilakukan untuk menekan laju penyebaran covid-19.
Satu bulan berlalu penerapan PKKM, Presiden Jokowi mengevaluasi penerapan PPKM tidak efektif. Dalam implementasinya, tidak tegas dan tidak konsisten.
Tidak hanya itu, Presiden juga meminta jajarannya turut melibatkan sebanyak-banyaknya pakar dan epidemiolog untuk menghasilkan kebijakan penanganan covid-19 yang lebih baik.
Pernyataan Presiden Jokowi itu sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi. Pasalnya setiap harinya kasus covid-19 terus bertambah.
Tingkat penularan atau positivity rate harian Indonesia juga cukup tinggi mencapai 36,18%. Bahkan rekor kematian covid-19 dalam 24 jam pernah mencapai 476 orang.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan, PPKM tidak tepat dilakukan saat ini ketika kasus covid justru semakin banyak.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama KSP, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dr. Brian Sri Prahastuti menyebutkan jika PPKM tidak efektif yang disebut oleh Jokowi bukanlah gagal melainkan sebuah evaluasi rutin untuk memperbaiki kesalahan dari penerapan PPKM bulan pertama ini.
Butuh penanganan serius untuk baik pemerintah dan warga tetap menjalankan protokol kesehatan, agar tidak ada lagi kasus corona yang menimbulkan banyak korban.
Sebulan berlalu, angka covid tidak kunjung turun dan ratusan orang meninggal dunia setiap harinya. Lalu kebijakan strategis apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah?
Simak dialog selengkapnya bersama Tenaga Ahli Utama Deputi 2, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dr. Brian Sri Prahastuti, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman dan juga Ketua Tim Mitigasi PB Idi, dr. Adib Khumaidi.