JAKARTA, KOMPAS.TV - Per 1 Februari, Kementerian Keuangan mengubah aturan pemberlakukan pajak pertambahan nilai, PPN dan pajak penghasilan, PPH atas penjualan pulsa, kartu perdana, voucher, dan token listrik.
Ada beberapa poin yang diatur dalam aturan baru ini.
Untuk penjualan pulsa telepon dan kartu perdana, pungutan PPN dilakukan hanya sampai distributor tingkat 2, tidak sampai gerai-gerai penjual pulsa dan voucher.
Aturan ini juga menyederhanakan aturan, distributor pulsa bisa menggunakan struk pembayaran sebagai faktur pajak, tak perlu lagi membuat faktur pajak elektronik.
Untuk token listrik, PPN dikenakan atas selisih harga penjualan token yang diperoleh agen penjual token, bukan untuk nilai token listrik.
Sementara untuk voucer, aturannya sama dengan token listrik PPN dikenakan atas selisih harga penjualan token yang diperoleh agen penjual voucher.
Kementerian Keuangan memastikan, ini bukanlah pajak baru.
Karena selama ini, masyarakat membeli pulsa dan token listrik sudah dikenai pajak.
Aturan ini dibuat untuk memberi kepastian hukum dan penyederhanaan pungutan PPN dan PPH.
Aturan ini pun terlanjur membuat masyarakat bingung.
Gerai-gerai penjual pulsa pun merasa dengan aturan baru ini, mereka harus menaikkan harga ke tingkat konsumen.
Sekali lagi Pemerintah memastikan bahwa PMK ini akan membuat gerai penjual kecil tak perlu kerepotan mengurus faktur pajak lagi, karena pengurusan faktur pajak dibebankan ke perusahaan dimana gerai kecil mengambil pulsa dan voucer untuk mereka jual.
YLKI pun meminta kepastian, gerai-gerai penjual tak akan menaikkan harga di tingkat konsumen dengan alasan perubahan aturan pajak ini.