KOMPAS.TV - Keberhasilan Tim Densus 88 meringkus 23 tersangka kasus terorisme menjadi bukti radikalisme dalam bentuk terror masih menjadi ancaman nyata.
Puluhan tersangka kasus terorisme ini, berhasil diringkus Tim Densus 88 dari Lampung dan dibawa ke Jakarta, 16 Desember lalu.
Dua diantara tersangka adalah petinggi Teroris Jamaah Islamiyah, Zulkarnaen dan Taufik Bulaga alias Upik Lawanga yang menjadi otak sejumlah serangan teror bom di tanah air, termasuk Bom Bali 1.
Polda Lampung dan Mabes Polri bahkan berhasil membongkar bungker yang diduga digunakan tersangka terorisme upik lawanga untuk memproduksi senjata api.
23 tahanan kasus terorisme titipan dari Mako Brimob Polda Lampung, lantas dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan 23 tersangka teror yang ditangkap sudah memiliki persiapan untuk menebar teror.
Mahfud bahkan mengantongi data, adanya sekelompok anak muda yang dilatih untuk meneror orang penting.
Untuk meredam radikalisme, Mahfud MD mengingatkan pentingnya menguatkan persatuan.
Direktur Penegakan Hukum BNPT, Brigjen Eddy Harton menyebutkan jika kelompok teroris ini memiliki 3 strategi ada takwinul jamaah (pembentukan jamaah), takwinul quwwah (pembentukan kekuatan) dan istikhdamul quwwah (penggunaan kekuatan).
Takwinul jamaah (pembentukan jamaah) dengan cara merekrut dan membangun jamaah (pengikutnya) dimana generasi muda menjadi sasaran utama dari kelompok teroris.
Takwinul quwwah (pembentukan kekuatan) dengan cara membentuk markas serta pelatihan fisik dan militer.
Terakhir, istikhdamul quwwah (penggunaan kekuatan) ini seperti halnya 'eksekusi'