JAKARTA, KOMPAS.TV - Terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, dihadirkan sebagai salah satu saksi dalam sidang suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung, dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Dari persidangan terungkap, Jaksa Pinangki minta dikenalkan dan dipertemukan dengan Djoko Tjandra, untuk urusan bisnis.
Terdakwa Jaksa Pinangki berkenalan dengan Djoko Tjandra, melalui perantara bernama rahmat.
Melalui rahmat juga, Jaksa Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 12 November 2019, untuk membahas status hukum Djoko Tjandra.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra sebanyak lima ratus dolar amerika, untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung.
Fatwa Mahkamah Agung digunakan agar Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia, tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Sementara itu, terdakwa kasus suap hilangnya nama Djoko Tjandra di daftar buronan atau red notice Interpol, Irjen Napoleon Bonaparte, menyebut dirinya menjadi korban pemberitaan dari sejumlah pejabat negara yang tidak memahami cara kerja Interpol.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ini dididakwa menerima 270.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra, terpidana kasus hak tagih Bank Bali.
Uang itu diberikan ke Irjen Napoleon untuk menghilangkan nama Djoko Tjandra, dari daftar red notice Interpol, sehingga yang bersangkutan bisa ke Indonesia, untuk mengurus peninjauan kembali kasusnya.