JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua KPK pulang kampung pada bulan Juni lalu, menumpang helikopter sewaan.
Ini materi aduan koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia, MAKI, Boyamin Saiman, ke Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menyewa helikopter, tergolong gaya hidup mewah.
Bergaya hidup mewah, buat personel KPK merupakan pelanggaran kode etik dan pedoman prilaku integirtas serta prilaku kepemimpinan peraturan dewan pengawas KPK.
Diduga tak patuh pada tiga aturan sekaligus, Firli Bahuri, Ketua Lembaga Antirasuah itu mesti berhadapan dengan dewan pengawas di sidang etik Selasa (25/08/2020) kemarin.
Selain Firli, juga ada Boyamin Saiman, pengadu yang dipanggil hadir dalam sidang oleh dewan pengawas.
Pembelaan Firli terhadap tuduhan terhadapnya adalah demi efisiensi waktu.
Ditambah ucapan koleganya sesama pimpinan KPK, Alexander Marwata, perjalanan dari Palembang ke Baturaja, makan waktu tujuh sampai delapan jam.
Argumentasi ini diuji Boyamin.
Kata Boyamin, dari Palembang ke Baturaja cuma butuh 4 jam lewat jalan darat.
Sehingga alasan efisiensi waktu, seperti ucapan dua pimpinan KPK, tak benar.
Firli kemudian menanggapi dengan alasan berbeda.
Ucapan Firli dalam siaran pers pada Senin malam sebelum sidang etik, menuai kritik.
Akhirnya, sebelum dan setelah sidang etik Selasa kemarin, Firli enggan berkomentar.
Setelah sidang, ada tiga kemungkinan keputusan dalam sidang etik dewan pengawas KPK. Pelanggaran ringan, sedang dan berat.
Kini, keputusan ada di tangan dewan pengawas KPK.
Seusai sidang etik, putusan dewan pengawas dinanti untuk diungkap sebagai bukti transparansi KPK kepada publik.