JAKARTA, KOMPAS.TV - Janji Pemerintah mencegah kondisi warga semakin terpuruk akibat beban ekonomi di tengah bencana global pandemi corona, dipertanyakan.
Pemerintah dituding melawan putusan Mahkamah Agung, yang sebelumnya membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena bertentangan dengan aturan lain, termasuk dari pertimbangan keadilan dan psikologis.
Kami ulas polemik ini bersama pemohon uji materi Perpres Iuran BPJS, ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, KPCDI , Tony Samosir .
Dan tenaga ahli utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan, pemerintah perlu menaikkan iuran untuk menjaga keberlangsungan operasional BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui sebelumnya, Mahkamah Agung sempat memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019, tentang jaminan kesehatan.
Dengan demikian, putusan MA itu bermakna bahwa ketentuan tentang besaran iuran BPJS Kesehatan dibatalkan atau dikembalikan ke dasar hukum yang sebelumnya, yakni Perpres Nomor 28 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.
MA sebelumnya menganggap, sejumlah pasal di Perpres Nomor 75 tahun 2019, bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya.
Antara lain Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang sistem jaminan sosial nasional , dan undang-undang kesehatan.