Penunjukkan 8 mitra pelatihan kartu prakerja tanpa proses tender, disinyalir rentan dengan aroma nepotisme. Apalagi sebelumnya ada nama stafsus presiden yang perusahaannya masuk sebagai mitra kartu prakerja.
Sejak diluncurkan sebagai bagian dari jaring pengaman sosial di masa pandemi, Kartu Prakerja menuai gelombang kritik. Program yang merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo saat pilpres lalu ini dinilai dipaksakan untuk terlaksana saat bangsa ini berjibaku menghadapi Korona.
Memberikan pelatihan kepada para pekerja dan warga yang terdampak pandemi Korona dinilai tak membantu. Mereka lebih membutuhkan bantuan tunai untuk menyambung hidup ketimbang peningkatan kompetensi. Anggaran pelatihan Kartu Prakerja sebesar Rp 5,6 triliun dikhawatirkan akan sia-sia.
Kemunculan mitra Kartu Prakerja memantik kontroversi lebih sengit. Delapan platform e-commerce menjadi mitra tanpa melalui tender. Padahal, mereka akan menerim aliran dana pelatihan dari jutaan peserta yang nilainya triliunan rupiah. Materi pelatihan juga tak luput kritik hingga dugaan mark-up.
Sejumlah kalangan kini meminta DPR untuk membentuk pansus guna menyelidiki program Kartu Prakerja. Dengan merebaknya aroma konflik kepentingan, malpraktik, hingga masalah etika, ditenggarai ada pihak yang bermain. Benarkah?