Sejarah di Selembar Prangko - SINGKAP

2020-04-10 15,221

Dahulu surat menjadi media komunikasi utama bagi masyarakat. Di Nusantara, kegiatan surat menyurat sudah dilakukan sejak zaman kerajaan. Namun, kala itu terbatas untuk kalangan elite yang diantar langsung oleh para utusan. Hingga pada era kolonial, sistem surat menyurat mulai berubah. Berkuasanya perusahaan dagang Belanda di Batavia kala itu, ikut memonopoli kegiatan pos. Pengiriman surat dan paket dilakukan menggunakan kereta kuda dan kapal laut milik VOC. Jasa pengantaran ke rumah- rumah belum dikenal saat itu, sehingga surat dan paket hanya diletakkan di gedung penginapan kota. Moment inilah, tonggak hadirnya pos modern di Nusantara.

Pos mengalami kemajuan saat Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Batavia, juga pada masa Daendles yang membangun Jalan Raya Pos atau Groote Posweg dari Anyer sampai Panarukan.

Seiring berjalannya waktu, komunikasi melalui surat-menyurat semakin berkembang di dunia, termasuk di Hindia Belanda. Setelah terciptanya prangko sebagai bukti pembayaran, sejak 1 April 1864, pemerintah kolonial menerbitkan prangko pertama bergambar Raja Willem III dari Belanda. Hingga pada tahun 1906 seiring mulai krusialnya kebutuhan telekomunikasi dengan telepon, berdampak dengan keberlangsungan pos kala itu. Namun, ditengah ancaman telepon, kegiatan pos di Hindia Belanda masih tetap berlangsung dan bertahan. Masih eksisnya pos dan kegiatan surat pada masa itu, prangko yang dicetak oleh pemerintah Hindia Belanda mulai beragam. Dan pada saat itu prangko era kolonial sudah mulai diminati sebagai koleksi oleh masyarakat Eropa di Batavia.

Setelah Republik Indonesia merdeka dan bebas dari belenggu penjajahan kolonial serta pendudukan Jepang, seiring dengan berkembangnya masyarakat dalam kemampuan baca-tulis, kegiatan pos dan produksi prangko di indonesia semakin meningkat pesat. Prangko yang dibuat pun semakin beragam mengikuti zaman.