TAJUK KOMPAS - Penangkapan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, menunjukkan kepada bangsa ini bahwa ancaman korupsi itu nyata.
Seperti pernah dikatakan calon presiden Prabowo Subianto saat debat capres, korupsi di Indonesia telah memasuki stadium empat. Kini, Prabowo diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Pertahanan. Virus korupsi tetaplah merupakan ancaman nyata yang bisa saja membangkrutkan republik ini. Sejarah dunia telah membuktikannya.
Korupsi mewujud dalam berbagai turunannya seperti meminta uang komisi, memperdagangkan pengaruh, atau memang tujuannya merampok uang negara, atau menerima gratifikasi, uang suap, atau melakukan nepotisme.
Kita memberikan apresiasi kepada penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah tekanan yang dihadapinya berupaya terus mengungkap dugaan korupsi. Seperti diakui Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pengungkapan kedua kasus itu merupakan kelanjutan dari penyelidikan tahun 2019. Artinya, penyelidikan kedua kasus itu dilakukan oleh pimpinan KPK periode 2015-2019.
Pengakuan Marwata menegaskan bahwa kedua penangkapan itu belumlah melalui birokrasi Dewan Pengawas yang dilahirkan Undang-Undang KPK hasil revisi, yakni Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019. Dalam Undang Undang No. 19, 2019, segala tindakan hukum, termasuk penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan, harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas. Bahkan, dalam penjelasan Undang Undang KPK baru itu disebutkan, izin untuk penyadapan harus didahului dengan gelar perkara di depan Dewan Pengawas.
Dilema hukum inilah yang kini dihadapi KPK. Dalam Pasal 70C Undang Undang No 19, 2019 disebutkan, \"Pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.\" Kenyataannya, organ Dewan Pengawas telah hadir.
Namun, aturan operasionalnya belum tersedia. Bangunan kelembagaannya belum terbentuk sempurna. Posisi dilematis ini seperti rawan untuk dipersoalkan secara hukum. Kita bersyukur menanggapi kesiapan KPK untuk menerima gugatan hukum soal keabsahan penangkapan Bupati Sidoarjo dan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Permohonan praperadilan harus siap dihadapi KPK.
Terlepas dari kelemahan Undang Undang No 19,2019, kita mendorong KPK termasuk di dalamnya Dewan Pengawas, pimpinan KPK, dan pegawai KPK, untuk tetap berkomitmen memberantas korupsi di negeri ini. Kelemahan Undang Undang KPK haruslah dibenahi agar tidak memberi ruang kepada publik untuk mengendurkan pemberantasan korupsi. Siapa pun yang terlibat dalam kasus Sidoarjo maupun KPU harus dibuka dan dijelaskan kepada publik. Secara teoretis, korupsi berpotensi kian merajalela seiring datangnya era demokrasi \"jual beli\", sebuah hubungan sosial yang ditandai dengan hubungan \"saya-beri-apa-saya-dapat-apa\".