Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum perlu mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) KPK.
Pernyataan itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kepada awak media di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Mahfud mengungkapkan hal tersebut setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskannya dalam perbincangan bersama sejumlah wartawan di Istana Merdeka Jakarta.
“Kita melihat sekarang ini masih ada proses uji materi (UU KPK) di MK (Mahkamah Konstitusi). Kita harus menghargai bahwa masih ada proses seperti itu. Jangan ada, orang yang masih berproses di uji materi (judicial review), kemudian ditimpah dengan sebuah keputusan yang lain (Perppu KPK). Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan,” ungkap Jokowi.
Pendapat Presiden Jokowi itu, Mahfud melanjutkan, harus dihargai.
Pertimbangan presiden itu sebenarnya lebih karena tak etis saja jika ada proses uji materi KPK, lalu pada waktu yang sama ditimpah dengan menerbitkan Perppu-nya.
“Menurut Presiden, rasanya kok etika bernegaranya kurang, jika orang sedang uji materi, lalu ditimpah dengan keputusan Perppu,” ujar Mahfud.
Itu artinya, kata Mahfud, Presiden belum memutuskan mengeluarkan Perppu atau tidak mengeluarkan Perppu.
“Jadi berita yang menyatakan bahwa Presiden menolak Perppu itu kurang tepat,” tutur Mahfud.
Terkait hal itu Mahfud juga sudah menyampaikan kepada Presiden Jokowi secara langsung.
“Biarlah uji materi berlangsung di MK. Nanti sesudah di MK, kita pelajari apakah putusan MK itu memuaskan atau tidak, benar atau tidak, kita evaluasi lagi,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Mahfud, selama perkara uji materi di MK masih berjalan, presiden tidak akan mengeluarkan Perppu KPK.
“Saya kira itu kewenangan Presiden. Walaupun saya mendukung Perppu KPK untuk dikeluarkan, tapi sebagai Menteri saya harus taat pada kewenangan presiden,” tutup Mahfud.
Namun begitu, Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Indonesia menyayangkan sikap Jokowi yang belum menerbitkan Perppu KPK.
Dalam sebuah acara diskusi di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, Bivitri menjelaskan bahwa istilah sopan santun dalam ketatanegaraan itu tidak ada.
Tata negara itu soal check and balance antar lembaga negara.
Dalam konteks Perppu itu tak ada hubungannya antara yudikatif dan eksekutif.
Perppu yang keluarkan eksekutif, lalu legislatif mengecek dan nanti dilanjut sidang guna menentukannya.
“Pernyataan (Presiden) itu tidak relevan. Tidak layak dijadikan alasan. Harusnya berikan alasan lain yang lebih terus terang kepada rakyat jika tak mau keluarkan Perppu. Harusnya (Presiden) berikan alasan yang lebih jujur kepada rakyat,” ujar Bivitri.