Tari Likurai merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur

2019-09-30 2

TRIBUN-VIDEO.COM - Tari Likurai merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tari Likurai merupakan tarian tradisional yang sering ditampilkan pada penyambutan tamu penting, upacara adat hingga festival budaya.

Dahulu, tari Likurai sering ditampilkan untuk menyambut para pahlawan yang baru pulang dari medan pertempuran.

Tari Likurai ditarikan oleh para penari wanita yang berjumlah 10 orang atau lebih dan penari pria yang berjumlah dua orang.

Tari Likurai juga ditampilkan pada acara peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019) di Istana Merdeka.

Sebanyak 150 pemuda NTT berkesempatan untuk tampil menarikan Tari Likurai di hadapan para tamu undangan yang hadir.

Sebelumnya, tari Likurai juga pernah ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games 2018 lalu.

Sejarah Tari Likurai

Tari Likurai merupakan tarian perang yang berasal dari Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dulunya ditarikan untuk menyambut pahlawan yang baru pulang dari berperang.

Likurai berasal dari bahasa Tetun yang mempunyai arti menguasai bumi, Liku artinya menguasai dan rai artinya bumi atau tanah.

Konon, dahulu ketika para pahlawan yang baru pulang dari medang perang akan membawa kepala musuhnya yang telah dipenggal sebagai bukti keperkasaan.

Kemudian para feto (wanita) atau gadis-gadis cantik terutama yang berdarah bangsawan akan dan didampingi oleh beberapa mane (laki-laki) akan menjemput para Meo (pahlawan) sambil menarikan tari Likurai.

Para feto (wanita) akan menari dengan menggunakan gendang-gendang kecil berbentuk lonjong terbuka.

Penari wanita akan memukul gendang yang dijepitnya di bawah ketiak sambal berlenggak-lenggok diikuti derap kaki yang cepat.

Sedangkan para penari pria akan menari dengan membawa pedang yang berhiaskan perak sambal berteriak penuh semangat untuk menyambut para pahlawan yang pulang sambal membawa kepala musuh.

Kepala musuh yang telah dipenggal tadi lantas dilempar ke tanah dan ditendang sebagai tanda penghinaan.

Setelahnya, kepala musuh tadi akan diletakkan di atas altar persembahan yang terbuat dari susunan batu yang disebut Ksadan.

Selain itu, tari Likurai juga digambarkan sebagai ungkapan syukur serta hormat dan rasa gembira dari masyarakat dalam menyambut tamu mereka.