TRIBUN-VIDEO.COM – Perang Puputan Margarana merupakan sebuah perang kemerdekaan yang puncaknya meletus pada 20 November 1946.
Perang Puputan Margarana terjadi di Margarana yang terletak di utara Kota Tabanan, Bali antara pasukan Indonesia melawan Belanda.
Pasukan Indonesia dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Letkol I Gusti Ngurah Rai yang membawahi pasukan Ciung Wanara.
Istilah Perang Puputan dipakai karena peperangan tersebut dilakukan sampai pada titik darah penghabisan.
Kata puputan sendiri mengandung makna moral, karena dalam ajaran agama Hindu, kematian seorang prajurit dalam kondisi seperti itu adalah sebuah kehormatan bagi keluarganya.
Akhirnya, I Gusti Ngurah Rai dan sekitar 69 pasukannya gugur, sedangkan di pihak sekutu sekitar 400 orang tewas dalam Perang Puputan Margarana itu.
Untuk mengenang peristiwa itu, di bekas arena pertempuran itu kini didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Setiap 20 November juga diperingati sebagai hari Perang Puputan Margarana.
Latar Belakang
Pada intinya, Perang Puputan Margarana di Bali dilatarnelakangi oleh hasil Perundingan Linggarjati antara Belanda dan Indonesia.
Salah satu isi hasil Perundingan Linggarjati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura.
Setelah itu, Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto itu paling lambat 1 Januari 1946.
Itu artinya, Bali tidak termasuk ke dalam bagian Republik Indonesia.
Hal itu melukai hati rakyat Bali yang kemudian memicu perlawanan.
Selain itu, Perang Puputan Margarana juga dipicu oleh penolakan Letkol I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjadi Kepala Divisi Sunda Kecil terhadap Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pada 2 dan 3 Maret 1946, Belanda mendaratkan sekitar 2.000 pasukannya di Bali.
Tujuan Belanda adalah ingin menyatukan Bali dengan wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) lainnya.
Di saat yang sama, Letkol I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk melakukan konsultasi dengan markas besar TRI.
Belanda kemudian membujuk I Gusti Ngurah Rai supaya bersedia bekerja sama membentuk NIT.
Namun ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan ia bertekad melakukan perlawanan terhadap Belanda.