Profil Douwes Dekker - Aktivis, Penulis, dan Pahlawan Nasional

2019-09-30 144

TRIBUN-VIDEO.COM - Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III, Batavia (sekarang Jakarta), Douwes Dekker mendapat pekerjaan di sebuah kebun kopi di Malang bernama Soember Doeren,

Di tempat itu, Douwes Dekker melihat kesengsaraan para pekerja pribumi dengan sangat nyata. Di mana orang-orang Belanda memperlakukan mereka dengan semena-mena.

Hal itu membuat Douwes Dekker tidak bisa tinggal diam. Dikutip dari biografiku.com, Douwes Dekker kerap membela para pekerja kebun tersebut.

Imbasnya, ia dimusuhi oleh para pengawas kebun yang lain. Douwes Dekker juga berkonflik dengan managernya yang membuatnya dimutasi di perkebunan tebu Padjarakan.

Namun tidak lama, ia berkonflik lagi dengan perusahaannya karena masalah pembagian irigasi antara perkebunan tebu dan para petani yang ada di sekitarnya. Hasilnya, Douwes Dekker dipecat dari perusahaannya.

Tidak lama, sang ibu, Louisa Neumann meninggal dunia yang membuat Douwess Dekker terpuruk.

Pada tahun 1899, Douwes Dekker meninggalkan Hindia Belanda untuk ikut berperang di Afrika Selatan dalam perang Boer melawan Inggris.

Namun nahas, ia berhasil ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Di sana, Douwes Dekker bertemu dengan sastrawan asal India. Keduanya banyak berinteraksi, hingga wawasan Douwes Dekker tentang perlakuan pemerintah kolonial kepada pribumi semakin terbuka.

Pulang ke Indonesia pada 1902, Douwes Dekker kemudian bekerja sebagai wartawan di De Locomotief.

Dalam tulisannya, ia sering mengangkat isu-isu soal kelaparan di daerah Indramayu, Jawa Barat. Ia banyak mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial dalam setiap tulisannya.

Kegarangan Douwes Dekker terhadap pemerintah kolonial semakin menjadi ketika ia menjadi staf majalah Bataviaasch Nieuwsblad pada 1907.

Salah satu tulisannya yang paling terkenal adalah “Hoe kan Holland het SpoedigstZijn Kolonien Verliezen?” yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Bagaimana Caranya Belanda dapat Kehilangan Koloni-koloninya”.

Tulisan-tulisannya sampai membuat Douwes Dekker menjadi target intelijen pemerintah kolonial saat itu.

Rumahnya saat itu juga kerap dijadikan sebagai tempat berkumpul para aktivis pribumi seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo.

Banyak juga anggapan bahwa berkat bantuan Douwes Dekker, organisasi modern pertama di Indonesia, Budi Utomo dapat berdiri.

Pada 25 Desember 1912, Douwes Dekker bersama Suwardi dan Cipto Mangunkusumo mendirikan partai politik dengan haluan nasionalis bernama Indische Partij.

Free Traffic Exchange