Gaduh pergantian Direksi dan Komisaris BUMN masih berlanjut. Pekan ini giliran Bank Rakyat Indonesia yang menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Sudah dari kamis (29/8/2019) lalu BRI berjalan tanpa seorang direktur utama. Pengamat BUMN menilai bukan kinerja perbankan yang harus dievaluasi tetapi justru manuver Kementerian BUMN-lah yang perlu dikoreksi.
Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa harus memenuhi setidaknya 3 syarat. Pertama jika kinerja sangat buruk atau kedua tersandung masalah hukum dan ketiga ada Undang-Undang BUMN yang harus dipatuhi.
Dari sisi kinerja Bank Rakyat Indonesia di era Suprajarto mampu membukukan kenaikkan laba yang signifikan bahkan terbesar di antara BUMN. Semester pertama 2019 bank dengan segmentasi UMKM ini meraup untung Rp 16 triliun. Masalah hukum dan undang-undang pun tak ada.
Ketidak sinkronan syarat RUPS Luar Biasa dengan kinerja korporasi menurut pengamat BUMN tidak sekali ini saja terjadi. Spekulasi masih berkembang aroma like and dislike di badan BUMN menyerebak. Pekan lalu menyusul Bank Mandiri dan BTN bank BUMN lain yaitu Bank Negara Indonesia alias BNI juga menggelar RUPS-Luar Biasa. Salah satu direktur dicopot hingga berbuntut pergeseran direksi lainnya.
Tahun 2018 total aset BUMN menembus di atas Rp 8.000 triliun. Kontribusi terhadap APBN juga tak main-main yaitu Rp 422 triliun. Angka ini menggambarkan bahwa sesunggungnya BUMN butuh kestabilan karena posisinya yang strategis bagi ekonomi Indonesia.
#DireksiBank #BankBUMN #Restrukturisasi