Umumnya, media memberitakan bahwa hanya ada satu faktor penyebab bunuh diri, seperti putus cinta, masalah keuangan, atau masalah akademik semata. Lebih dari itu, founder komunitas kesehatan mental Into the Light, Benny Prawira menyebutkan bahwa ada tiga faktor penyebab remaja bunuh diri, di antaranya faktor biologis, psikologis, dan sosial.
Dikutip dari World Health Organization (WHO), kalangan remaja atau manusia golongan usia 15-29 merupakan yang paling banyak mengalami kasus bunuh diri. Masa remaja dianggap sebagai masa yang rentan karena pada saat itulah manusia mengalami yang namanya proses pendewasaan diri, dari anak-anak menjadi orang dewasa.
Menurut Benny, penyebab keinginan bunuh diri pada remaja juga bisa dipengaruhi oleh pengalaman yang buruk dalam lingkungan sosial, seperti contohnya bullying. Dampak bullying juga tidak main-main. Korban bisa merasa seakan-akan ia tidak lagi memiliki harga diri dan akhirnya kesepian. Perasaan depresi korban juga dapat diperparah apabila korban kurang mendapat perhatian lebih dari keluarga.
Peran keluarga sangat penting di saat-saat tersebut karena dapat mencegah aksi depresi yang berujung bunuh diri pada anak remaja. Terdapat beberapa metode pencegahan yang bisa dilakukan oleh keluarga, antara lain mempelajari emosi anak dengan sering berinteraksi, mengajarkan cara mengendalikan emosi, dan peka terhadap setiap perubahan perilaku anak. Jika hal tersebut sudah dilakukan, maka dengan sendirinya akan terbentuk lingkungan yang supportive bagi anak, sehingga terhindar dari keinginan depresi atau bahkan bunuh diri.