Terdakwa Lucas: KPK Banyak Langgar SOP Digital Forensik

2019-02-08 123

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUN-VIDEO.COM, JAKARTA - Terdakwa Lucas meragukan barang bukti berupa rekaman hasil penyadapan yang dilakukan pihak KPK. Hal ini membuat dia yakin tak bersalah dalam perkara menghalang-halangi penyidikan terhadap Eddy Sindoro, bos Paramount Enterprise.

Di persidangan, kata dia, secara jelas sudah terbukti apa yang disampaikan saksi ahli forensik akustik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dhany Arifianto, selaku ahli dari KPK dapat dipatahkan dengan keterangan ahli digital forensik, Ruby Zukri Alamsyah.

"Itu sangat rentan dimodifikasi atau direkayasa atau dilakukan perubahan," kata Lucas setelah persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/2/2019).

Lucas merujuk kepada keterangan ahli digital forensik Ruby Alamsyah soal barang bukti elektronik. Mulai dari prosedur penyitaan, sampai proses pembuktian keaslian barbuk untuk bisa dijadikan alat bukti dipersidangan.

Menurut dia, alat bukti rekaman itu banyak sekali Standar Operasional (SOP) untuk digital forensik yang dilanggar khususnya pada saat diambil disimpan itu dipindahkan dipinjamkan itu nomor cashing itu berubah-ubah.

Oleh sebab itu, Lucas bakal menyiapkan perlawanan dalam sidang selanjutnya untuk mematahkan dakwaan jaksa.

"Jadi nanti kami akan lebih jelaskan pada persidangan masa akan datang. Ahli sendiri tidak mengakui, ahli KPK tidak melakukan pemeriksaan keaslian. Sudah tidak mungkin menjadi alat bukti," tambahnya.

Seperti diketahui, Lucas didakwa menghalangi proses penyidikan KPK terhadap tersangka mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Lucas diduga membantu pelarian Eddy ke luar negeri.

Selain itu, Lucas mengupayakan supaya Eddy masuk dan keluar wilayah Indonesia, tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi. Hal itu dilakukan supaya Eddy tidak diproses secara hukum oleh KPK.

Atas perbuatan itu, Lucas didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Eddy merupakan tersangka dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2016 ketika Eddy ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, Eddy mengungkapkan perjalanan ke sejumlah negara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengobati penyakit.

Sehingga, dia membantah keberadaan di luar negeri menghindari proses hukum. Sejak ditetapkan sebagai tersangka 2016, dia sudah di luar negeri.

Pada saat itu, dia selalu berpindah-pindah, mulai dari Jepang, Kamboja, Hongkong, Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Selama berada di luar negeri, dia menggunakan paspor palsu Republik Dominika. (*)

Free Traffic Exchange