INDONESIA — Tentu kita masih ingat di pertengahan Mei 2017, sempat heboh isu yang mengatakan bahwa mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok akan dibunuh. Rencana pembunuhan tersebut dibenarkan oleh Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan.
Rencana pembunuhan Ahok dideteksi melalui aplikasi Telegram yang dibarengi dengan rencana pengeboman mobil dan tempat ibadah tanggal 23 Desember 2015 lalu. Dan itulah salah satu alasan mengapa Ahok dipindahkan ke Mako Brimob dari LP Cipinang, yaitu demi keamanannya.
Perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah memblokir website Telegram sejak 14 Juli lalu. Meskipun baru website Telegram yang diblokir, pemerintah masih berusaha untuk memblokir penggunaan aplikasi chat Telegram secara luas.
Alasan pemblokiran aplikasi tersebut karena sejak 2015 sudah ada 17 aksi terorisme yang memanfaatkan Telegram sebagai alat komunikasi. Satu keunggulan aplikasi Telegram yaitu sistem enkripsi dan secret chat hingga sulit dilacak. Inilah komunikasi yang digunakan untuk aksi terorisme.
Pemblokiran aplikasi Telegram di Indonesia ternyata membuat CEO Telegram, Pavel Durov tidak tinggal diam. Ia menyurati pemerintah Indonesia dan menawarkan 3 solusi: pertama, mereka akan memblokir semua saluran publik terkait teroris.
Kedua Durov mengirimkan email kepada Kemenkominfo untuk membuka saluran langsung. Ketiga Telegram akan membentuk tim moderator yang bisa memproses laporan konten yang berhubungan dengan teroris lebih cepat dan akurat.