Mahkamah Agung telah melantik Oesman Sapta Odang, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis sebagai pimpinan baru Dewan Perwakilan Daerah. Meski demikian, kepemimpinan baru DPD RI masih mengundang pro dan kontra. Sebagian anggota DPD masih enggan mengakui tiga pimpinan baru. Salah satunya adalah senator DPD asal Kalimantan Selatan, Sofwat Hadi, yang menganggap Mohammad Saleh, Farouk Muhammad, GKR Hemas masih sah menjadi pimpinan. Namun, anggota DPD dari Jawa Tengah, Akhmad Muqowam meminta seluruh pihak menerima adanya pimpinan baru DPD yang menggantikan periode sebelumnya. Sementara itu, Komisi Yudisial tengah mendalami pelanggaran etik oleh pimpinan Mahkamah Agung yang bertemu dengan sejumlah anggota DPD yang mendukung Oesman Sapta Odang. Terlebih setelah terbitnya putusan MA menimbulkan konflik panjang. Kisruh DPD terkait pergantian pimpinannya membuat munculnya wacana pembubaran lembaga ini. Direktur Poltracking Indonesia, Hanta Yuda menyebut, dorongan pembubaran DPD adalah bentuk kekecewaan publik. Karena itu, ia menyarankan agar DPD memperbaiki diri. Ribut-ribut pemilihan pimpinan ini semakin memperburuk citra dan kewibawaan DPD. Sejak didirikan pada 2004, kiprah lembaga perwakilan ini nyaris tak terdengar karena minim prestasi. Karena itulah masyarakat di daerah tak merasakan manfaat keberadaan DPD.