TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kawasan Sanur, Denpasar, Bali terkenal dengan sebutan “Morning in The World”.
Alasannya, pantai - pantai di sepanjang Sanur merupakan spot pilihan untuk menikmati eksotisme matahari terbit.
Satu di antaranya tampak di Pantai Karang, yang terletak di Jalan Karang, Sanur, Denpasar, Bali.
Setiap harinya, yakni mulai dari sekitar pukul 06.00 Wita kawasan tepi pantai satu ini kerap diramaikan oleh para fotografer.
Dengan sabar, mereka menunggu munculnya sang surya tersebut.
Sekitar pukul 06.30 Wita, matahari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya menampakkan sosoknya, yang mana seolah terbit dari dasar laut.
“Setengah 7 kalau sekarang ini, baru muncul mataharinya. Biasanya fotografer-fotografer sudah standby dari sebelumnya,” ujar Dwijawarsa.
Nama “Karang” sendiri, menurut pria yang juga salah seorang dari Kelompok Nelayan pantai ini, dikarenakan pada saat dahulu banyak karang di sini.
Karang tersebut dulunya digunakan sebagai pamor bangunan, sebelum adanya semen.
“Pada tahun 70-an, dulu di sini banyak karang. Setiap pasang, barulah karangnya bisa terlihat. Nanti setelah itu dimasak jadi pamor. Banyak yang jadinya ngambil karang di sini, makanya disebut Pantai Karang,” ujar pria yang akrab disapa Raka ini.
Pantai dengan pasir putih dan hamparan laut biru ini pun menjadi satu di antara destinasi pilihan bagi para wisatawan dan juga masyarakat lokal.
Cukup dengan membayar tiket parkir kendaraan, yakni Rp 2.000 per motor dan Rp 4 ribu per mobil, pengunjung bisa menikmati suasana dan panorama alam pesisir dengan ombak yang cukup tenang sini.
“Pantai ini salah satu alternatif wisata di Denpasar, khususnya buat keluarga. Karena kalau ke pantai kan murah, tidak perlu biaya mahal untuk bisa rekreasi,” tambah Raka.
Seperti yang dilakukan oleh Raka bersama keluarganya yang sedang melancong ke Pantai Karang ini.
Selain untuk membawa keluarga berekreasi, ada juga tujuan lain yang dilakukan oleh pengunjung asal Kesiman, Denpasar tersebut.
“Lagi melali ke sini. Sekalian bawa anak untuk terapi. Anak perempuan saya kena stroke, disarankan untuk terapi air laut di sini,” ujar pria paruh baya tersebut kepada Tribun Bali.
Sewa Kano
Untuk kegiatan di sini, selain berenang, ada juga yang memancing dari para anggota Kelompok Nelayan Pantai Karang.
Selain itu, juga disewakan kano, khususnya bagi anak-anak yang ingin bermain di air.
Cukup dengan membayar Rp 10 ribu, para pengunjung bisa menggunakan fasilitas kano tersebut.
Fasilitas lainnya, yang juga tersedia, antara lain toilet umum dan warung-warung yang ada di area parkir.
Selain warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman, juga ada art shop serta toko oleh-oleh.
Lokasinya tepat setelah Pantai Sindhu, dan memang tidak gamblang langsung terlihat dari ruas jalan utama.
Yang mana untuk mencapai pantai satu ini dapat melewati Jalan Danau Tamblingan, dan di kiri jalan akan ada satu jalan kecil dengan penanda Jalan Karang.
Dengan melewati pemukiman ekspatriat dan vila-vila, kurang lebih 200 meter dari jalan utama, maka akan langsung memasuki kawasan pantai tersebut.
Atau, bisa juga menempuh tempat ini dari Pantai Sanur, dengan bersepeda sepanjang pantai hingga tiba di Pantai Karang.
Spot Yoga
Pada pagi hari, selain melihat orang-orang jogging di area jalan setapak sepanjang pantai, akan tampak juga pemandangan aktivitas lainnya.
Satu di antaranya adalah yoga.
Digalang oleh komunitas yoga Seger Oger, setiap harinya, Senin hingga Sabtu diadakan yoga bersama di tepi Pantai Karang.
Dua kali dalam sehari kegiatan yoga ini dilakukan.
Yakni pada pagi hari, mulai dari pukul 07.30 Wita dan pada sore hari pada pukul 17.00 Wita, yang mana masing-masing berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam.
Untuk di Pantai Karang ini, kegiatan yoga oleh Seger Oger ini telah berjalan selama 2 tahun ini.
Sampah Kelapa
Hal yang unik juga tampak pada 2 pohon di tepi Pantai Karang.
Yang mana kedua pohon tersebut letaknya tepat di depan bale-bale para nelayan.
Sepintas memang tampak seperti pohon-pohon biasa dengan dedaunan hijau.
Namun ada yang berbeda ketika dilihat kembali, yakni ada sesuatu yang menggantung di pohon-pohon tersebut.
Kelapa-kelapa tua yang dibuat gambar wajah menggantung pada pohon tersebut.
Pertama kali melihat mungkin terasa aneh dan seram seperti kepala yang digantung.
Tapi jika dilihat saksama, ini merupakan suatu keunikan, yang mana dari sampah bisa menjadi kreasi seni.
“Asalnya dari sampah-sampah kelapa, sebulanan yang lalu sempat numpuk di tepi pantai. Kemudian oleh teman-teman seniman di sini, sampah-sampah tersebut diolah sedemikian rupa dengan dikreasikan seperti itu,” ujar Raka. (*)